Sabtu, 18 Agustus 2012

PENENTUAN AWAL BULAN HIJRIAH


Perbedaan penentuan awal bulan hijriah disebabkan oleh bedanya metode dan pemahaman yang digunakan. Banyak sekali metode yang digunakan sebagai penentu awal bulan hijriah. Namun secara garis besar dapat dibedakan menjadi tiga macam metode yaitu: rukyat, hisab, dan imkanur rukyat. Metode rukyat merupakan cara untuk menentukan awal bulan dengan cara melihat langsung hilal baik menggunakan mata telanjang atau menggunakan bantuan alat. Metode hisab merupakan cara penentuan awal bulan dengan menggunakan perhitungan. Sedangkan metode imkanur rukyat merupakan kombinasi dari metode hisab dan rukyat. Dengan menggunakan metode yang berbeda dalam penentuan awal bulan sehingga sangat dimungkinkan terjadi perbedaan dalam pengambilan keputusan.

Selain metode yang menjadi penyebab perbedaan, juga pemahaman merupakan penyebab orang berbeda. Meskipun dasar hukum yang dipakai sama, akan tetapi beda dalam memahaminya maka akan muncul pula perbedaan. Seperti pemahaman tentang hadits Rasul SAW sebagai berikut:
Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar, dia berkata: Saya pernah mendengar Rasulallah SAW bersabda, ... Apakah kamu melihat hilal (pada awal malam Ramadhan) maka berpuasalah dan apabila kamu melihat hilal (pada awal malam Syawal) maka hentikan puasa, dan apabila langit diselimuti awan (sehingga hilal tidak terlihat) maka genapkan Ramadhan (30 hari). [HR Bukhari nomor 1900].
Dalam hadits yang lain dikatakan:
Diriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulallah SAW menuturkan hilal lalu bersabda: Apabila kamu melihat hilal maka berpuasalah, apabila kamu melihat hilal maka berbukalah, dan apabila kamu tidak melihat hilal maka hitunglah 30 hari. [HR Bukhari nomor 1909].

Kata “melihat” dalam dua hadits di atas dijadikan dasar oleh orang-orang yang fanatik menggunakan metode rukyat bahwa penentuan awal bulan hijriah harus melihat langsung. Bahkan yang sangat fanatik tidak boleh menggunakan teropong dengan alasan Rasul dulu tidak memakai teropong. Lalu yang menjadi pertanyaan, bagaimana jika setiap awal bulan selama 12 bulan berturut-turut hilal tidak pernah terlihat karena cuaca yang tidak mendukung? Barangkali jawabannya digenapkan menjadi 30 hari. Pertanyaan selanjutnya jika demikian berarti 1 bulan selalu 30 hari, padahal 1 bulan kadang 29 hari sebagaimana hadits Nabi SAW:
Diriwayatkan dari Ummu Salamah, bahwasannya Nabi SAW pernah bersumpah untuk tidak masuk ke tempat sebagian keluarganya selama satu bulan. Ketika telah berlangsung 29 hari beliau pergi mendatangi keluarga beliau, lalu beliau ditanya, “Bukankah Anda telah bersumpah untuk tidak masuk ke tempat kami selama 1 bulan, wahai Nabi ?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya satu bulan itu adakalanya 29 hari”. [HR Bukhari nomor 1910].

BEBERAPA PENDAPAT YANG MENGUATKAN METODE HISAB:
1.      Berdasarkan HR Bukhari nomor 1900 dan 1909 di atas dibolehkannya menghitung/hisab
2.      Kata “melihat” dalam dua hadits di atas tidak hanya diartikan secara tekstual akan tetapi bisa diartikan “melihat dengan menggunakan ilmu”. Hal ini selaras dengan hadits Nabi SAW yang lain: “Sholatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku sholat”. Jika kata “melihat” hanya diartikan tekstual yakni melihat secara langsung maka mustahil kita bisa sholat seperti cara Nabi SAW sholat, karena kita tak pernah bertemu langsung dengan Nabi. Namun jika kita artikan “melihat dengan menggunakan ilmu”, maka bukan hal yang mustahil kita bisa melakukan sholat seperti Nabi.
3.      Zaman Nabi SAW sering menggunakan rukyat dikarenakan pada masa itu umat islam belum mampu menggunakan hisab sebagaimana hadits di bawah ini:
Diriwayatkan dari Ibnu Umar, dari Nabi SAW beliau bersabda: Kami adalah umat yang ummi yang tidak pandai menulis dan menghitung, sebulan itu sekian, sekian dan sekian (beliau melipat ibu jarinya tiga kali) dan sebulan itu sekian, sekian dan sekian, yakni lengkap 30 hari. [HR Bukhari nomor 1913].
4.      Metode rukyat tidak mampu memprediksi jauh-jauh hari tentang awal bulan, dikarenakan harus melihat langsung. Akan tetapi metode hisab mampu memberikan kepastian waktu meski cuaca seburuk apapun dan dapat diprediksi dengan cepat serta tepat penentuan awal bulan hijriah jauh-jauh hari. Sebagaimana Firman Allah SWT:
Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat kedudukan bulan), supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan haq (benar). Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui. (QS. 10:5).

Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah dia seperti pelapah yang tua. (QS 36:39).

5.      Dengan menggunakan metode rukyat kita tidak bisa membuat kalender hijriah yang standar karena akan berubah-ubah. Namun metode hisab dapat menentukan kalender hijriah yang dapat dijadikan acuan oleh umat islam dalam segala kegiatan baik ibadah maupun muamalah yang terstandarkan.
Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah ketika Dia menciptakan langit dan bumi, ... (QS 9:36).
Mereka bertanya kepadamu tentang hilal (bulan sabit). Katakanlah: “Bulan sabit itu adalah penentu waktu bagi manusia dan (bagi penentuan waktu ibadah) haji. (QS 2:189).

Metode imkanur rukyat yang merupakan gabungan dari metode hisab dan rukyat yakni menghitung/hisab dengan menggunakan data-data rukyat sebelumnya tentang kemungkinan hilal bisa dirukyat. Data kemungkinan hilal bisa dirukyat itu yang dikenal sebagai kriteria imkanur rukyat atau visibilitas hilal. Data-data yang digunakan sebagai kriteria imkanur rukyat bersifat fleksibel karena akan sangat bergantung pada waktu, tempat, dan alat yang digunakan sehingga saat-saat tertentu dapat menimbulkan ketidakpastian. Ketiga variabel inilah yang dapat mengubah kriteria imkanur rukyat. Misalkan saja untuk wilayah Indonesia, berdasarkan data-data rukyat yang dijadikan sebagai kriteria hilal terlihat sekitar 6 derajat lebih, akan tetapi kita menggunakan standar 2 derajat yang sebenarnya belum memenuhi kriteria tersebut.  Belum lagi jika kita tinjau dari segi alat yang digunakan. Tentunya kriteria akan berubah/berbeda antara menggunakan mata telanjang, teropong biasa, teropong canggih, dan mungkin suatu saat akan muncul teropong super canggih yang mampu melihat hilal dalam hitungan nol koma sekian derajat. Itu bukan suatu hal yang mustahil seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kian canggih. Wallahu a’lam